Posted by: OrangLaut | February 13, 2012

Perlindungan Warisan Budaya Bawah Air Dalam Kajian Analisis Hukum

Perlindungan Warisan Budaya Bawah Air

Dalam Kajian Analisis Hukum

Oleh:

Asyhadi Mufsi Sadzali

PENDAHULUAN

Indonesia adalah negara kepulauan terbesar di dunia. Wilayah laut Indonesia lebih besar dari wilayah daratannya dan itu adalah fakta yang tidak bisa disangkal. Terbukti dari luasnya wilayah Indonesia yang terbentang sepanjang 3.977 mil antara Samudra Hindia dan Samudra Pasifik. Apabila perairan antara pulau-pulau itu digabungkan, maka luas Indonesia menjadi 9 juta mil persegi. Disebutkan dari berbagai sumber sejarah baik catatan-catatan para penjelajah bangsa eropa seperti Tome pires, Marco polo, Jhon davis, maupun informasi dari utusan-utusan kekaisaran China seperti Ma huan, It shing rnenyebutkan sejak abad ke-5 M perairan nusantara merupakan jalur dagang internasional yang paling tidak dilayari puluhan kapal sepanjang tahunnya. Kapal-kapal itu berlayar dari wilayah Mediterania, India, dan Afrika menuju bandar-bandar di perairan Asia tenggara dan Asia Timur seperti China dan Jepang. Reid dalam bukunya Southeast Asia in the Age of Commerce, 1450-1680, memaparkan secara luas bahwa wilayah Indonesia pada kurun niaga merupakan wilayah yang lalu Iintasnya paling sibuk. Dimana banyak bandar-bandar sepanjang pulau Sumatera dari Aceh hingga Maluku menjadi tempat-tempat pemberhentian kapal-kapal dagang asing.

Sea Network atau jaringan lalulintas laut hadir akan kebutuhan terhadap komoditas-komoditas yang paling dicari di masa itu, yakni rempah, emas dan hasil hutan Asia Tenggra yang unik dan langka. Perdagangan merupakan satu proses pertekuran komoditi yang beragam antar satu bangsa dengan bangsa lain yang memiliki kebudayaan yang berbeda-beda. Wilayah nusantara jadi surga hasil hutan dan rempah-rempah yang paling dicari diseluruh dunia, seperti kapur barus, kemenyan, pala, dan cengkeh. Dilain pihak bangsa eropa, Afrika, India dan Asia timur merupakan bangsa-bangsa penghasil benda-benda berkebudayaan tinggi seperti porselin China, senjata, kaca, dll. Apabila kita melihat pada kurun waktu masa Hindu-Budha, maka dalam catatan sejarah akan muncul kerajaan Sriwijaya yang mulai berkembang pada abad ke-7 (diperkuat beberapa prasasti). Kerajaan Sriwijaya terkenal memiliki armada laut yang kuat, yang sengaja dibentuk untuk menguasai jalur perdagangan dan memungut cukai atas penggunaan pelabuhan oleh kapal asing yang melintasi sepanjang wilayah negeri-negeri fasal, “kelangsungan kerajaan Sriwijaya lebih tergantung dari pola perdagangan yang berkembang, sedangkan pola-pola tertentu tidak sepenuhnya dapat di kuasainya” (Pusat Kajian Sejarah dan Budaya Maritim Asia Tenggara, 2003. Hlm. 69).

Proses kurun niaga ini berlangsung ratusan tahun dan tercatat dalam beberapa arsip negara-negara eropa dan China. Dalam laporan-laporan arsip tersebut, banyak kapal dagang yang tenggelam di sepanjang wilayah perairan Indonesia, baik yang hendak berangkat membawa barang dagang dan Indonesia menuju Eropa atau negara lainnya maupun rute sebaliknya. Data KKP menyebutkan bahwa terdapat sekitar 493 titik kapal karam yang berisi BMKT. Titik-titik ini tersebar di seluruh perairan Indonesia. Namun, UNESCO menyebutkan bahwa ada lebih dari 3.000 titik kapal tenggelam yang berisi BMKT di perairan Indonesia. Dari jumlah titik kapal karam yang diduga mengandung BMKT (benda muatan kapal tenggelarn) yang begitu melimpah, tentu akan mengundang berbagai persoalan baik kasus pencurian maupun perusakan. Salah satu contoh kasus terkini yakni kasus pengangkatan muatan kapal kararn di perairan Cirebon pada 5 Mei 2010.

Dari hasil pengangkatan BMKT di perairan Cirebon yang bekerja sama dengan seorang kolektor asing bernama Michaele Hetcher, telah dilelang 271.381 keping benda berharga muatan kapal. Akibat pelelangan tersebut menuai protes publik terutama dari kalangan pecinta budaya dan arkeolog yang menyuarakan protes dimana-mana, baik media maupun dalarn berbagai artikel. Oleh sebab itu, muncullah satu pertanyaan besar dalam benak kita, ada apa dengan Undarig-Undang kita. Apa kita belum mempunyai hukum terkait yang mengatur dan melindungi persoalan pengangkatan, ataupun pemanfaatan BMKT? Tulisan ilmiah yang saya tawarkan ini akan mencoba menguak sekelumit persoalan di atas melalu pendekatan-pendekatan hukum yang ada, dan kiranya bisa dipertautkan satu sama lain sehingga memberikan pemahaman pada masyarakat kita yang masih sangat awam akan perundangan tinggalan bawah air atau yang lebih dikenal dengan sebutan BMKT (Benda Muatan Kapal Tenggelam).

1.2 Perundangan dan Sanksi Hukum

Sebagai Negara kepulauan terbesar di dunia dengan wilayah laut seluas 5,8 juta Km2 dan wilayah Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) seluas 2,7juta Km2 yang didalamnya terkandung sumber daya laut hayati dan non hayati yang berlimpah dan beragam. Namun pada kenyataannya rancangan undang-undang kelautan yang akan memayungi wilayah maritim Indonesia berikut sumber daya didalamnya belum juga selesai. Bila kita melihat dari kacamata hukum dan perundangan cagar budaya, BMKT yang termasuk dalam kategori sumber daya non hayati laut telah dilindungi oleh beberapa undang-undang, sebagai berikut:

1.2. 1. Undang-Undang Cagar Budaya No. 11 Tahun 2010

Disebutkan dengan jelas pada pasal-pasal yang termuat dalam undang-undang No.11 tahun 2010 yang berkaitan dengan pengertian ataupun yang dimaksud dengan cagar budaya adalah sebagai berikut:

BAB I, pada ketentuan umum pasal 1, poin ke-5, “situs cagar budaya adalah lokasi yang berada di darat atau di air yang mengandung Benda Cagar Budaya, Bangunan Cagar Budaya, dan /atau Struktur Cagar Budaya sebagai hasil kegiatan manusia atau bukti kejadian pada masa lalu”.

BAB II, pada asas, tujuan, dan lingkungan hidup pasal 4, “Lingkup pelestarian Cagar Budaya meliputi Perlindungan, Pengembangan, dan Pernanfaatan Cagar Budaya di darat dan di air”.

Dari bahasa hukum yang tertuang dan pasal-pasal pada undang-undang Cagar Budaya No. 11 Tahun 2010, jelas bahwa BMKT yang terdapat diperaian baik dipermukaan maupun pada kedalaman merupakan benda cagar budaya dan dilindungi secara hukum oleh negara. Dalam pasal-pasal selanjutnya juga diatur masalah kepemilikan dan penguasaan yang tertuang dalam:

BAB IV, pemilikan dan penguasaan, pasal 14 poin 1, “Warga Negara asing dan atau badan hukum asing tidak dapat memiliki dan atau menguasai Cagar Budaya, kecuali warga Negara asing dan/atau badan hukum asing yang tinggal dan menetep di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia”. Dan pada poin 2 dipertegas kembali, “Warga Negara asing dan atau badan hukum asing sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilarang membawa Cagar Budaya, baik seluruhnya maupun bagian-bagiannya, ke luar wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia”. Hal ini kernudian diperkuat kembali dan dipertegas kembali dalam pasal 68 poin 1, “Cagar Budaya, baik selurnuhnya maupun bagian-bagiannya, hanya dapat dibawa ke luar wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia untuk kepentingan penelitian, promosi kebudayaan, dan atau pameran”. Kemudian diperkuat lagi dengan tambahan poin 2, “Setiap orang dilarang membawa Cagar Budaya sebagaimana dimaksud pada ayat (1), kecuali dengan izin menteri”. Dari uraian panjang pasal-pasal tersebut, jelas Benda Cagar Budaya yang dalam hal ini termasuk BMKT secara tegas dilarang dimiliki warga atau badan asing dan dilarang dibawa ke luar wilayah Indonesia.

Undang-Undang Cagar Budaya No. 5 Tahun 1992

Sebelum undang-undang cagar budaya No. 11 Thn 2010 dikeluarkan, perundangn yang mengatur prihal bena cagar budaya mengacu pada undang-undang No.5 Thn 1992. Antara kedua perundangan ini terdapat perbedaan yang cukup significant, ada hal-hal baru yang dibahas pada pasal-pasal di undang-undang No.11 Thn 2010 yang dalam perundangan terdahulu idak disentuh sama sekali, seperti misalnya tentang perlindungan warisan budaya bawah air. Tertera dalam bab-1 undang-undang No.11 disebutkan pengertian tentang benda cagar budaya adalah “yang berada di darat dan di air”. Sedangkan dalam perundangan No.5 Thn 1992, hal tersebut tidak diperjelas dan dipertegas sehingga mengandung makna yang luas, sedangkan bahasa hukum adalah bahasa yang baku dan tegas.

Pada bagian ketiga, pasal 12 mengenai pencarian disebutkan “setiap orang dilarang mencari benda cagar budaya atau benda berharga yang tidak diketahui pemiliknya dengan cara pengalihan, penyelaman, pengangkatan, atau dengan cara lainnya, tanpa seizing dari pemerintah”. Dalam pasal ini jelas menyinggung tentang warisan budaya bawah air baik berupa shipwreck ataupun BMKT-nya. Namun benar-benar terlihat aneh, dalam pasal-pasal sebelumnya prihal benda warisan budaya bawah air sama sekali tidak disebutkan. Sehingga hal ini sangat tidak relevan untuk perlindungan warisan budaya bawah air.

Pada Bab-VIII, mengenai ketentuan pidana, pasal-27 “barang siapa melakukan pencarian benda cagar budaya atau benda berharga yang tidak diketahui pemiliknya dengan cara penggalian, penyelaman, pengangkatan, dan dengan cara pencarian lainnya tanpa seizin pemerintah sebagaiamana dimaksud pada pasal 12 ayat (1), dipidana dengan pidana penjara selama-lamanya 5 tahun dan/atau denda setinggi-tingginya Rp 50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah)”. Dalam hal ini bila kita bandingkan dengan undang-undnag No.11 Thn 2010, tidak jauh berbeda, apalagi bila kita hituang jumlah denda berdasarkan nilai mata uang, maka akan sama saja.

Dalam ketentuan lain sama sekali tidak kita dapati satu pasal yang menyangkut khsusus atau menybut mengenai warisan budaya bawah air. Hal ini mungkin mengingat pada masa itu, dunia arkeologi Indonesia belum mengenal warisan budaya bawah air walaupun sudah banyak kasus pengangkatan dan pencurian BMKT yang terhitung sejak tahun 80,an “Pada tahun 1986, dunia digemparkan dengan peristiwa penemuan 100 batang emas dan 20.000 keramik Dinasti Ming dan Ching dari kapal VOC Geldennalsen yang karam di perairan Kepulauan Riau pada Januari 1751. Penemu harta karun itu adalah Michael Hatcher, warga Australia, yang menyebut dirinya sebagai arkeolog maritim yang doyan bisnis. Percetakan Inggris, Hamish Hamilton Ltd, memublikasikan kisah petualangan dan temuan Hatcher itu dalam The Nanking Cargo (1987). Nanking Cargo merupakan sebutan kargo kapal VOC Geldennalsen yang berisi barang-barang berharga hasil transaksi perdagangan VOC di Nanking, China” (kompas, 4  September 2009).

Muncul sebuah pertanyaan, apakah undang-undang cagar budaya No.11 Thn 2010 sudah cukup melindungi warisan budaya bawah, atau tidak ada bedanya dengan undang-undang sebelumnya, yakni undang-undang No.5 Thn 1992?.

Keputusan Presiden No.25 Tahun 1992

Sebelum kita beranjak pada Kepres No.12 Thn 2009 yang berkaitan dengan pengangkatan dan pemanfaatan  BMKT (Benda Muatan Kapal Teggelam) ada baiknya kita merujuk pada Kepres No.25 Thn 1992 (sezaman dengan undang-undang No.5 Thn 1992). Kepres No. 25 Thn 1992 yakni peraturan pemerintah yang dikeluarkan mengenai pembagin hasil pengangkatan benda muatan berharga asal kapal tenggelam (BMKT) antara pemerintah dan perushaan. Pada pasal (1) disebutkan bahawa benda muatan kapal tenggelam mempunyai nilai benda cagar budaya dan dilarang diperjual blikan dan harus diserahkan pada Negara. Pada pasal (2), berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku diperbolehkan dijual asal, dimuka umum dengan perantara kantor lelang Negara atau balai lelang internasional setelah memperoleh persetujuan panitia nasonal sebagiaman dimaksud dalam keputusan presiden No. 43 Thn 1983. Hasil penjualan benda berharga sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), dibagi antara Pemerintah dan Perusahaan sebagai berikut:

  • 50% (lima puluh persen) dari hasil kotor/bruto, diperuntukkan bagi Pemerintah dan harus disetor ke Kas *29810 Negara.
  •  50% (lima puluh persen) dari hasil kotor/bruto, sisanya merupakan hak Perusahaan.

Dari peraturan pemerintah dalam Kepres diatas, terlihat jelas bahwa perdagangan BMKT dalam bentuk pelelangan sudah di muali sejak tahun 1983 yakni Kepres No. 43 Thn 1983. Sedangkan dalam undang-undang No. 5 Thn 1992, perindungan hukum warisan budaya bawah air sama sekali tidak dianggap penting dan terkesan dilupakan. Dan jelas juga lah bahwa benda warisan budaya bawah air masih dijadikan lahan pencarian keuntungan dan masih diangap sebagai harta karun yang mengiurkan, bukan dianggap sebagai benda warisan budaya yang bernilai sejarah dan ilmu pengetahuan tinggi demi masa depan bangsa yang lebih bermoral dan bermartabat.

1.2.2 Keputusan Presiden No.12 Tahun 2009

Kepres No. 12 Tahun 2009 merupakan perubahan atas keputusan presiden No. 19 Tahun 2007 tentang panitia nasional pengangkatan dan pemanfaatan benda berharga asal muatan kapal tenggelain (BMKT). Peraturan ini mengacu pada undang-undang Dasar 1945 pasal 4 ayat 1 dan undang-undang No. 17 Tahun 1985 tentang pengesahan konvensi hukum laut internasional Tahun 1982, dan masih mengacu pada undang-undang cagar budaya No.5 Tahun 1992. Undang-undang terkait lainnya adalah undang-undang No.6 Tahun 1996 tentang perairan dan kelautan, undang-undang No.1 Tahun 2004 tentang perbendaharaan Negara, undang-undang No.32 Tahun 2004 tentang pemerintah daerah. Adapun beberapa pasal dalam keputusan presiden No. 12 Tahun 2009, yang patut kita pahami antara lain sebagai berikut:

Pasal 2 poin 1, “BMKT merupakan benda yang dikuasai Negara Kesatuan Republik Indonesia dan dikelola oleh Pernerintah”.

Pasal 2 poin 2, BMKT memenuhi unsur-unsur: a. Nilainya sangat penting bagi sejarah, ilmu pengetahuan, dan kebudayan bangsa Indonesia. b. Sifatnya memberikan corak khas dan unik. c. Jumlah dan jenisnya sangat terbatas dan langka. Berdasarkan peraturan perundang-undangan di bidang benda cagar budaya, dinyatakan menjadi milik negara”.

Adapun PANNAS adalah panitia nasional yang dalam hal ini yang bertugas dalam hal pengangkatan dan pemanfaatan BMKT. Yang kemudian diatur pada pasal 4;

poin 1, PANNAS BMKT mempunyai tugas : a. Mengkoordinasikan kegiatan departemen dan instansi lain yang berkaitan dengan kegiatan pengelolaan BMKT. b. Menyiapkan peraturan perundang-undangan dan penyempurnaan kelembagaan di bidang pengelolaan BMKT. c. Memberikan rekomendasi mengenai izin survei, pengangkatan, dan pemanfaatan BMKT kepada Pejabat yang berwenang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. d. menyelenggarakan koordinasi kegiatan pemantauan, pengawasan, dan pengendalian atas proses Survei, pengangkatan dan pemanfaatan BMKT. e. Menyampaikan laporan tertulis pelaksanaan tugas paling sedikit 1 (satu) tahun sekali kepada Presiden.

Poin 2, PANNAS BMKT rnernanfaatkan BMKT yang tidak dinyatakan sebagai milik negara sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Poin 3, Dalam melaksanakan tugasnya, PANNAS BMKT dapat mengundang dan/atau meminta pendapat dan instansi pemerintah dan/atau pihak lain.

Dari uraian peraturan perundangan di atas jelas terlihat apa yang dimaksud dengan BMKT berikut kriterianya dan juga disebutkan mengenai pembentukan panitia khusus yang menangani sekaligus bertanggung jawab pada pengangkatan dan pemanfaatan BMKT yang kemudian disebut dengan PANNAS.

1.2.3. Peraturan Menteri Keuangan No.184/PMK.06/2009

Adapun peaturan yang diluarkan oleh menteri keuangan ini menyangkut tentang tata cara penetapan status penggunaan dan penjualan benda berharga asal muatan kapal tenggelam yang merujuk pada beberapa yang perundangan antara lain: UU No.5 Tahun 1992 tentang benda cagar budaya. Keputusan Presiden Nomor 19 Tahun 2007 tentang Panitia Nasional Pengangkatan Dan Pemanfaatan Benda Berharga Asal Muatan Kapal Yang Tenggelam, sebagaimana telah diubah dengan Keputusan Presiden Nomor 12 Tahun 2009.

Pasal 1, poin:

2. Benda Berharga Asal Muatan Kapal Yang Tenggelam. yang selanjutnya disebut BMKT, adalah benda berharga yang memiliki nilai sejarah, budaya, ilmu pengetahuan, dan ekonomi, yang tenggelam di wilayah perairan Indonesia, zona ekonomi eksklusif Indonesia dan landas kontinen Indonesia, paling singkat berumur 50 (lima puluh) tahun.

3.  Barang Milik Negara, selanjutnya disebut BMN, adalah semua barang yang dibeli dan APBN atau berasal dan perolehan lain yang sah.

Pasal 2, “Maksud dan tujuan diterbitkannya Peraturan Menteri Keuangan ini adalah untuk mewujudkan kepastian hukum dalam penetapan status penggunaan dan penjualan BMKT secara tertib, terarah, dan akuntabel untuk meningkatkan penerimaan negara dan/atau sebesar-besarnya kesejahteraan rakyat.

Pasal 4, poin:

Menteri Keuangan, Menteri Kebudayaan dan Pariwisata, dan Menteri Kelautan dan Perikanan melakukan penanganan hasil pengangkatan BMKT sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.

Pelaksanaan penanganan hasil pengangkatan BMKT sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dikoordinasikan dengan Kementerian Negara/Lembaga, PANNAS BMKT, Pemerintah Provinsi, Pemerintah Kabupaten/Kota, dan/atau pihak terkait lainnya.

Pasal 5, poin 1:

Dalam rangka penanganan hasil pengangkatan BMKT sebagairnana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1), Menteri Keuangan memiliki kewenangan sebagai berikut:

Menetapkan status penggunaan BMKT berstatus BMN.

Memberikan persetujuan pelaksanaan penjualan BMKT berstatus BMN non koleksi negara.

Memberikan persetujuan pelaksanaan penjualan BMKT berstatus selain BMN.

Poin 2 :

Kewenangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) secara fungsional dilaksanakan oleh Direktur Jenderal Kekayaan Negara.

Pasal 7;

Persetujuan pelaksanaan penjualan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1) huruf b diberikan sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.

Pasal 8;

Persetujuan pelaksanaan penjualan sebagairnana dimaksud dalarn Pasal 5 ayat (1) huruf c diberikan berdasarkan permohonan dan Menteri Kelautan dan Perikanan.

1.2.4. Undang-undang No.32 Tahun 2004

Pengertian Otonom Daerah menurut Undang-Undang Pemerintahan Daerah Nomor 32 tahun 2004 adalah hak, wewenang, dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Pemerintahan daerah sebagaimana dimaksud UU PD No.32/2004 yaitu masing-masing dan daerah provinsi dan daerah kabupaten/kota, pada pasal 2 ayat 1. Dalam hal daerah yang memiliki wilayah perairan khususnya perairan laut, juga diatur dalam beberapa pasal yang termuat dalam undang-undang otonomi daerah No.32 Tahun 2004, sebagai berikut.

Pasal 18, ayat (1) Daerah yang memiliki wilayah laut diberikan kewenangan untuk mengelola sumber daya di laut. Ayat (2) daerah mendapatkan bagi hasil atas pengelolaan sumber daya alam di bawah dasar dan/atau di dasar laut sesuai dengan peraturan perundangan. Ayat (3) kewenangan daerah untuk mengelola sumber daya di wilayah laut sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi: a. eksplorasi, eksploitasi, konservasi dan pengelolaan kekayaan laut. b. pengaturan administrative. c. pengaturan tata ruang. d. penegakan hukum terhadap peraturan hukum yang dikeluarkan oleh daerah atau yang dilimpahkan kewenangannya oleh pemerintah. e. ikut serta dalam pemeliharaan keamanan. f. ikut serta dalam pertahanan kedaulatan Negara. Ayat (4) kewenangan untuk mengelola sumber daya wilayah laut sebagaimana dimaksud pada ayat 3 paling jauh 12 mil laut diukur dan garis pantai ke arah laut lepas dan/ atau kearah perairan kepulauan untuk provinsi, dan 1/3 untuk kabupaten kota.

1.2.5. Konvrensi Internasional Perlindungan Warisan Budaya Bawah   Air Tahun 2001

Konferensi PBB tentang hukum laut (UNCLOSS) Tahun 1982, mewajibkan Negara pihak yang memiliki warisan budaya bawah laut untuk melindunginya walaupun tidak disebutkan secara spesifik. Banyak penjarahan BMKT di berbagai belahan dunia memaksa PBB untuk melakukan konferensi internasional. Pada tahun 2001 konferensi diadakan di gedung pusat PBB yang membahas tentang perlindungan warisan budaya bawah laut sesuai standar internasional. Adapun prinsip-prinsip umumnya antara lain adalah: 1. Negara pihak konvensi berjanji untuk melindungi warian budaya bawah air dimanfaatkan untuk kepentingan ummat manusia. 2. Warisan budaya bawah air dilarang untuk di eksploitasi secara komersil untuk perdagangan dan spekulasi. Prinsip-prinsip pelestarian insitu di atur pada bagian tertentu. Sebuah bagian penting dan konferensi adalah “ANNEX” berisi peraturan mengenai kegiatan-kegiatan yang diarahkan pada warisan budaya bawah air, yaitu skema operasi untuk intervensi bawah air yang diakui secara internasional sebagai dokumen acuan dalam disiplin arkeologi bawah air.

Konvensi tahun 2001 menetapkan standar yang tinggi untuk perlindungan warisan budaya bawah air yang akan menjadi umum bagi semua Negara Pihak. Dan ini hanya berlaku di antara negara-negara yang telah meratifikasi Konvensi.

1.3.Sanksi Hukum

Hukum adalah sekumpulan peraturan yang berisi perintah dan larangan yang dibuat oleh pihak yang berwenang sehingga dapat dipaksakan pemberlakuannya berfungsi untuk mengatur masyarakat demi terciptanya ketertiban disertai dengan sanksi bagi pelanggarnya. Namun dalam uraian panjang beberapa perundangan yang menyangkut dengan wanisan budaya bawah air, sanksi hukum yang diatur dalam perundangan tersebut hanya terdapat pada UU Cagar Budaya No. 11 Tahun 2010, yakni pada pasal 109 ayat 1 dan 2 yang berkaitan dengan larangan membawa benda cagar budaya keluar wilayah provinsi akan dikenakan denda paling sedikit Rp 1 juta atau paling banyak Rp 100 juta, dan ataupun membawa ke luar negeri tanpa seizin menteni atau gubernur, maka akan dikenakan sanksi denda paling sedikit Rp 200 juta dan paling banyak Rp 1,5 milyar. Adapun sanksi dalam perundangan lain tidak disebutkan.

2.1 Permasalahan

Pada surat kabar Jakarta pos tertanggal 30 april 2010 halaman 2, disebutkan bahwa menteri kelautan Fadel Muhammad akan melelang artefak dari BMKT yang tenggelam diperairan Cirebon senilai 10 jt dollar AS. Adapun rincian kasar dan artefak tersebut berupa 271 keping artefak berharga. Pengangkatan bekerja sama dengan seorang bandit laut bernama Michael Hetcher yang di duga telah melakukan pencurian serupa pada 2.306 BMKT clan menjualnya ke pasar gelap dan investor asing. Pernyataan ini diungkapkan oleh Dirjen pengawasan sumber daya kelautan dan perikanan Aji Sularso pada Kamis 29 April 2010

Kasus pengangkatan BMKT di Cirebon yang dilakukan oleh PT. Paradigma Putra Sejahtera (PPS), yang dinilai sebagai kegiatan ilegal. Namun dalam proses hukum ternyata PT. Paradigma Putra Sejahtera mampu rnenunjukkan surat ijin melalui SK Menteri Kelautan dan Perikanan No.Kep.B.59/MENKP/II/2004, tertanggal 19 Februani 2004. Alhasil perusahaan yang untuk sementara waktu telah berhasil mengangkat 2.225 keramik Cina berasal darl abad X, di Perairan Laut Jawa Utara, Cirebon. Oleh Menteri Kelautan dan Perikanan Freddy Numberi (ketika itu) yang juga Ketua PANNAS BMKT, menilai kegiatan PT. PPS di Cirebon adalah sah dan sesuai dengan aturan main yang ditetapkan PANNAS BMKT. Namun di sisi lain Kepolisian tetap menganggap kegiatan tersebut melanggar hukum dengan merujuk pada UU No 5 Tahun 1992 tentang Benda Cagar Budaya (ketika itu). Perbedaan persepsi yang menjadi dasar pegangan masing-masing instansi ini harus segera dituntaskan, mengingat di lapangan terjadi benturan dan disharmoni. Khususnya pada kasus Cirebon. Pihak Polri rnenangkap orang yang diduga melakukan tindakan ilegal berdasarkan UU No.5 Tahun 1992 dan PP No.10 Tahun 1993, sedangkan Pannas BMKT mengacu pada Keppres No 107 Tahun 2000 dan mengatakan pengangkatan BMKT di Cirebon adalah sah.

Tabel Hasil Pengangkatan BMKT Perairan Laut Jawa, Cirebon

No Jenis Tipe Jenis Benda Jumlah Benda
1 Tipe A kondisi 80% s.d 95% sebanyak 1080 buah keramik Mangkok/ piringBuliKendiGuci Besar

Guci Sedang

809 keping196 buah67 buah5 buah

3 buah

2 Tipe B kondisi 50% s.d 70% sebanyak 697 buah keramik Mangkok/ PiringBuliKendi 612 keping59 buah26 buah
3 Tipe C kondisi pecah/ rusak sebanyak 3592 keping MangkokBuliKendi Jumlah total 3952 keping


Sumber : Bahan Raker Menteri KP- komisi III DPR – RI, 2004.

3.1 Kesimpulan dan Catatan.

Meskipun PANNAS BMKT sudah dibentuk cukup larna, namun kelalaian pengangkatan BMKT di Indonesia belum menunjukkan hasil yang optimal dan sarat kecurangan dan permaianan politi demi kepentingan ekonomi. Berikut beberapa kendala yang dipandang perlu segera dibenahi oleh PANNAS BMKT dan perlu diketahui oleh pihak Pengusaha/Investor:

  1. Belum adanya pemahaman, harmonisasi dan sinkronisasi berbagai peraturan perundangan terkait BMKT.
  2. Belum tersedianya data yang lengkap, akurat dan komprehensif rnengenai kapal-kapal tenggelam yang sedang dalam proses survey dan pengangkatan BMKT di perairan Indonesia.
  3. Belum terlaksananya pengawasan BMKT pasca pengangkatan yang sesuai dengan kaidah-kaidah arkeologis. Terutama di tempat-tempat konservasi dan/atau gudang-gudang penyimpanan milik para pengusaha.
  4. Belum jelasnya peraturan perundang-undangan dalam hal penjualan BMKT oleh Balai Lelang Negara, termasuk tata cara pelaksanaannya.
  5. Perlu adanya sanksi hukum yang lebih jelas dalam setiap peraturan perundangan yang terkait dengan BMKT.
  6. Undang-undang Cagar Budaya No.11 Tahun 2010 kiranya segera mengeluarkan PP terkait dengan hal-hal terkait didalamnya.
  7. peningkatan kualitas mahasiwa arkeologi dalam kajian maritim dan bawah air (menyelam dan keahlian ekskavasi bawah air), sehingga mampu menjawab tantangan akan minimnya sumber daya manusia dan tenaga ahli arkeologi bawah air.
  8. Sosialisasi perundangan yang berkaitan dengan BCB (Benda Cagar Budaya) bawah air terhadap masyarakt pesisir pada khususnya dan masyarakat luas pada umumnya.


Daftar Pustaka.

Anonim, Keputusan Presiden No. 25 Tahun 1992

Anonim, Keputusan Presiden No. 12 Tahun 2009

Anonim, Konvrensi Internasional Perlindungan Warisan Budaya Bawah Air Tahun 2001

Anonim, Peraturan Menteri Keuangan No. 184/PMK. 06/2009.

Anonim, Undang-Undang Cagar Budaya No. 5 Tahun 1992

Anonim, Undang-undang No.32 Tahun 2004.

Anonim, Undang-Undang Cagar Budaya No. 11 Tahun 2010

Anonim, Majelis umum PBB sesi 53 Dokumen 456/samudera dan hukum laut-laporan sekretaris jenderal, Hal-61. 1998

Anwar, Chairil, Hukum Internasional. Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta.

Bowens, Amanda, The NAS Guide to Pinciples: Under Water Archeology. Porthsrnouth.2009.

Harian Kompas edisi 4 Sepetember 2009

Pusat Kajian Sejarah dan Budaya Maritim Asia Tenggara. 2003. Sejarah Maritim Indonesia. Departemen Kelautan dan Perikanan. Jakarta.

Reid, Anthony, Southeast Asia in the Age of Commerce, 1450 1680. Vol.11. Expansion and Crisis. New Haven, Yale University Press. 1993.

Website

http://formalcbc.wordpress.corn/2008/04/07/bcb-di-perairan-cirebon/

http://www.budpar. go. id

http://www.jakartapos .com

     JALAS VIVA JAYA MAHE. DILAUT KITA JAYA.


Leave a comment

Categories